Kamis, 25 Oktober 2012

Tips Sukses Anak di Sekolah

Tahun depan anak saya Jamie akan masuk SD, dan ternyata saya masih belum yakin untuk menyekolahkannya dimana. Good schools are damn expensive!! Ya.. semoga pilihan sekolah yang kami buat untuknya nanti akan cukup memberikannya pengetahuan in the real world.

Anyway, I found some tips for us busy working moms, from parenting.co.id
Aku copas aja dibawah ini yaa....

Banyak hal baru yang bisa didapat anak di masa-masa awal ia masuk ke sekolah, umumnya pada September. Apa saja yang dapat Anda lakukan untuk membantu anak?

Simak tips sukses anak di sekolah ini.
1. Temui guru anak. Ikuti pertemuan-pertemuan di sekolah anak Anda. Tetapi jangan hanya berhenti sampai di situ. Buatlah sesuatu yang berarti dengan memperkenalkan diri kepada guru anak dan ekspektasi Anda untuk anak setahun nanti. Temukan cara berkomunikasi yang baik dengan guru anak. Gunakan e-mail sebagai alat komunikasi utama, tapi tetap jadikan telepon dan pertemuan langsung sebagai referensi.

2. Bangunlah kebiasaan sehat dengan mengatur jam bangun pagi dan saat bersiap-siap sebelum anak Anda pergi ke sekolah. Tentukan jam-jam di mana anak Anda dapat mengerjakan PR dan buatlah tempat yang nyaman untuk dapat mengerjakan PR tersebut. Atur waktu agar anak Anda memiliki waktu yang cukup untuk tidur 10 sampai 12 jam sehari, 8 ½ sampai 9 ½ jam sehari untuk remaja. 

3. Buatlah jadwal sekolah, aktivitas, dan bekerja dengan aplikasi free online calendar atau aplikasi smartphone.

4. Pastikan anak tidak membawa tas lebih berat dari 10 - 20% berat anak. Bawaan yang berat dapat menarik ototnya. Doronglah anak Anda untuk menggunakan kedua lengannya untuk membawa backpack-nya. Kencangkan kedua strap backpack agar lebih dekat ke badan, sekitar 2 inchi dari pinggang anak Anda. 

5. Bergabung dalam Asosiasi Orangtua-Guru atau komite sekolah. Ajukan diri menjadi sukarelawan di komunitas sekolah dan juga kelas anak. Dengan bantuan dari orang tua seperti Anda, sekolah akan menawarkan berbagai program dan fasilitas untuk anak. 

Selasa, 19 Juli 2011

Jika Balita Berjalan Mundur


Meski aneh, berjalan mundur bukanlah sebuah kemunduran. Pada anak-anak usia 3-4 tahun memiliki kesadaran terhadap gerakan, yang membuat mereka bangga bila dapat melakukannya. Berjalan mundur merupakan salah satu pencapaian penting anak usia ini, dan sarat manfaat.
  • Meningkatkan keseimbangan. Saat berjalan tanpa melihat arah yang dituju, ia harus mengerahkan seluruh kemampuannya untuk menyeimbangkan tubuh. Bagi anak clumsy, latihan berjalan mundur setiap hari sangat bagus untuk melatih keseimbangan tubuh.
  • Memperpanjang langkah, karena ia harus melebarkan langkahnya untuk menjaga keseimbangan. Sebagai hasilnya, pada waktu berjalan maju ia dapat melangkah jarak lebih cepat.
  • Kombinasi berjalan mundur setelah lama berjalan maju, bisa memperingan tekanan pada sendi lutut sehingga anak tak mudah lelah saat diajak jalan-jalan.
  • Berjalan mundur menggunakan otot secara berbeda, sehingga kaki jadi lebih kuat, yang memungkinkan anak bergerak lebih cepat saat berjalan maju.
  • Setiap gerakan tubuh memberi rangsang pada otak untuk membentuk sirkuit. Berjalan mundur juga merangsang sel otak anak untuk membentuk sirkuit karena saat berjalan mundur, pikiran dan tubuh berada pada kewaspadaan yang tinggi.
  • Untuk melatih konsentrasi, berjalan mundur bisa meningkatkan fungsi saraf di otak bagian konsentrasi.
  • Menguatkan otot jantung karena jantung memompa oksigen dengan lebih baik.
  • Penyerapan oksigen lebih banyak (84%) dibanding berjalan maju yang hanya 60% dari seluruh kebutuhan oksigen. Asupan oksigen yang baik bisa menguatkan paru-paru dan melancarkan peredaran darah.
  • Berjalan mundur butuh kalori lebih banyak. Untuk anak yang kegemukan, berjalan mundur sangat baik untuk mengurangi berat badan.
  • Merangsang dan memperkuat saraf pendengaran dan penglihatan.
  • Merangsang keterampilan spasial. Sebelum berjalan mundur, umumnya anak akan melihat ke belakang lebih dahulu untuk mengukur batas saat dia harus berhenti agar tidak menabrak sesuatu.
*Sumber : ayahbunda.co.id

Senin, 13 Juni 2011

Melatih Anak Laki-laki Mengelola Emosi


Jika sejak belia, anak laki-laki terbiasa mengelola emosinya dengan baik, ia akan tumbuh menjadi pria baik kelak saat dewasa. Pria baik yang kuat, mandiri dan bertanggungjawab tak hanya membanggakan keluarganya, namun juga Anda sebagai orangtuanya. Sebagai orangtua, Anda sukses mencetak laki-laki yang dapat diandalkan di kemudian hari.

"Anak yang bisa mengelola emosinya mampu mengungkapkan perasaannya. Kemampuan ini berawal dari bagaimana pengasuhan orangtuanya. Jika anak Anda sedih dan menangis, lalu Anda melarangnya dan menganggap kesedihannya hal sepele, anak belajar menyembunyikan perasaan," kata psikolog Christine Nicholson, PhD.


Penelitian menunjukkan orangtua cenderung lebih memedulikan bagaimana perasaan anak perempuan daripada anak laki-lakinya. Ketika anak perempuan merasa sedih, orangtua akan bersikap lebih lembut. Sedangkan anak laki-laki dipaksakan untuk selalu kuat meski mereka sedang merasa sedih. Anak laki-laki terbiasa tak boleh sedih. Pengasuhan seperti ini justru membuat anak laki-laki terlatih menyembunyikan perasaannya. Mereka merasa malu jika menunjukkan kesedihan. Pada akhirnya anak laki-laki tak bisa berkomunikasi dengan baik.


Orangtua punya peran dalam mencetak generasi laki-laki kuat tanpa takut menunjukkan perasaannya. Anda, sebagai orangtua, bisa menciptakan sosok laki-laki yang mampu mengelola emosi dengan baik dengan cara:


* Pancing anak bicara Anak laki-laki Anda juga membutuhkan perhatian dan bisa diajak bicara terbuka seperti Anda berbicara dengan anak perempuan. Pancing anak laki-laki Anda untuk bicara terbuka mengenai perasaannya. Nicholson menyontohkan, saat pulang sekolah, anak laki-laki Anda terlihat sedih. Segera buka pembicaraan dengannya, "Kamu terlihat sedih, ada apa? ada yang Ibu bisa bantu? Sepertinya kok Ibu merasa ada sesuatu yang buruk terjadi di sekolah".

Gunakan cara bicara yang akan membuat Anak terpancing bercerita. Jika anak mulai bicara, berikan dukungan, termasuk menghargai perasaannya saat itu. Berikan komentar yang membuat anak merasa ia didukung oleh orangtuanya. Meski ia sedih dan stres dengan tugas sekolah yang menumpuk, ia tahu bahwa orangtuanya memahami perasaannya dan selalu ada di sampingnya. Jangan memberikan ceramah pada anak, jelas Nicholson.


* Bantu anak mencari solusi "Anak laki-laki cenderung fokus pada masalah yang dihadapi daripada emosi," kata Dan Kindlon, PhD, dosen di Harvard School of Public Health yang juga penulis buku Raising Cain: Protecting the Emotional Life of Boys.


Tugas orangtua adalah mengajarkan anak laki-laki bahwa perasaan kecewa, sedih, marah, takut adalah wajar dan ajarkan anak laki-laki untuk mengenali dan menerima perasaan tersebut. Anak laki-laki perlu menyadari perasaan tersebut adalah bagian dalam dirinya, yang mungkin saja tak langsung bisa disingkirkannya. Dengan memahami perasaan, anak laki-laki akan mulai menerima dirinya, dan mengenali masalahnya. Dengan begitu ia akan terbantukan untuk mencari solusi dari masalahnya, setelah ia bisa mengatasi emosinya.

*Sumber : kompas.com

Jumat, 03 Juni 2011

Berpisah dari Dot


Bayi memang mempunyai kebiasaan mengisap sesuatu. Kebiasaan mengisap merupakan cara dan upaya alami bayi untuk mendapatkan rasa tenang dan nyaman. Namun kebiasaan ini harus dibatasi karena dapat mengganggu pertumbuhan gigi dan kesehatan gusi.

  • Saatnya tepat. Mulailah membatasi pemakaian dot ketika bayi sudah berumur sekitar 6 bulan. Idealnya, anak sudah benar-benar terlepas dari dot sebelum mulai belajar bicara.
  • Bertahap. Kurangi sedikit demi sedikit pemakaian dot. Misalnya hanya saat menjelang tidur atau ketika dia sedang sakit.
  • Siapkan pengganti. Ketika si kecil meminta dot, Anda dapat menggantinya dengan benda lain yang dapat membuatnya merasa nyaman. Misalnya, selimut, boneka kesayangannya untuk dipeluk, atau beri si kecil pelukan hangat penuh kasih sayang.
  • Beri hadiah setiap kali dia berhasil mengatasi keinginannya untuk mengisap dot. Misalnya, memberinya minuman jus buah yang segar.
*sumber : ayahbunda.co.id

Senin, 18 April 2011

Balita Perlu Diajarkan 6 Ketrampilan Ini!


Meskipun masih berusia prasekolah (3-6 tahun), anak sudah memiliki kemampuan untuk menolong diri sendiri seperti makan, minum, mengenakan baju, sepatu, dan kaus kaki sendiri. Sayangnya, banyak orangtua dengan beberapa alasan mengabaikan hal ini. "Kapan gemuknya kalau anak makan sendiri? Makannya sedikit, lama, berantakan lagi!"

Padahal, jika ingin mencetak anak unggul, orangtua seharusnya memberikan kesempatan seluas-luasnya pada anak untuk menolong dirinya sendiri. Pasti ada banyak aspek perkembangan yang dapat terasah dengan mengajari anak menolong diri sendiri. Saat mengajari anak makan sendiri, bukan hanya agar ia terampil makan sendiri, tetapi juga melatih motorik halusnya. Begitupun kemampuan berbahasanya, ikut tertempa.

Dengan banyak kemampuan yang dimiliki, kompetensi anak pun terdongkrak karena ia merasa bisa melakukan ini dan itu sendiri, sehingga kepercayaan dirinya meningkat. Karena itu, agar anak tumbuh menjadi sosok unggul, ia wajib diajarkan kemampuan menolong diri sendiri. Sebaliknya, bila ia kelewat dilayani dan dimanjakan, kemandiriannya bisa terhambat. Anak akan menjadi sangat bergantung pada orangtua, pengasuh, dan orang dewasa yang biasa ia jmintai bantuan. Ia tidak akan mampu menyelesaikan tugas-tugas perkembangannya sendiri.

Berikut ini beberapa hal yang penting dikuasai anak berkaitan dengan rutinitas sehari-harinya, dan cara menstimulasinya:


1. Menalikan sepatu
Perkenalkan dengan sepatu tanpa tali terlebih dahulu berikut kaus kakinya. Contohnya cara mengenakan dan melepaskannya. Setelah itu, minta anak melakukannya sendiri. Kita dapat mengatakan, "Coba pakai sepatunya sendiri." Setelah itu, "Lihat Ibu... satu, dua, tiga. Masuk kakinya ke sepatu." Ingat, jika anak telah mampu melakukannya sendiri, berikan dia reward berupa pelukan, ciuman, dan pujian.


2. BAK/BAB
Pertama yang diajarkan adalah berbicara saat hendak BAB/BAK. Memang agak sulit untuk menyampaikan hal tersebut, sebab kita tidak bisa mengonkretkannya pada anak. Namun, itu dapat disiasati lewat pembiasaan. Misalnya, setiap kali anak buang air kecil atau mengompol, yang umumnya diketahui dari gelagatnya seperti saat tidur anak gelisah, penisnya terlihat membesar, atau saat terjaga anak serta-merta menggerakkan badannya sebentar tanpa rencana. Saat itu, kita dapat membawa anak ke toilet untuk pipis. Lalu secara bertahap, ajari anak BAK/BAB sendiri, mulai membuka atau memelorotkan celana hingga duduk di kloset. Bila lubang kloset terlalu besar, beri tambahan dudukan kloset yang banyak dijual di pasaran.


3. Mengenakan baju dan celana
Pilih yang simpel seperti tanpa kancing atau resleting. Cara mengajarkannya sama dengan mengenakan sepatu. Ajak anak berkomunikasi dan berikan contoh, lalu berikan kesempatan padanya untuk mencoba melakukannya sendiri. Lakukan setiap kali anak selesai mandi, juga setiap dirinya ganti baju. Jika sudah berhasil, tingkatkan dengan baju dan celana atau rok berkancing.


4. Membereskan mainan sendiri
Minta anak membereskan sendiri mainannya ke tempat yang telah ditentukan. Dalam kesempatan ini kita juga dapat mengajarkan memilah mainan yang akan dimainkan. Jadi, anak hanya mengeluarkan mainan tertentu saja yang akan dimainkan. Ingat, kebiasaan jelek anak usia ini adalah mengeluarkan semua mainan dari wadah, padahal cuma satu atau tiga mainan saja yang dimainkan. Dengan pembiasaan seperti itu, anak akan lebih mudah membereskan mainannya.


5. Makan dan minum sendiri
Seiring dengan kemampuan motorik halusnya yang semakin baik, anak usia ini dapat makan sendiri tanpa banyak tumpah. Anak juga dapat memotong-motong sendiri makanan menjadi lebih kecil agar mudah dimakan. Kita hanya perlu mendampingi dan mengarahkan agar kemampuan anak semakin berkembang. Biarkan anak menikmati makanannya tanpa diburu-buru. Sebelum makan, minta anak mencuci dan mengeringkan tangannya sendiri, duduk dengan rapi, dan berdoa sendiri. Kemudian ajari anak etika saat makan seperti tidak mengeluarkan suara saat mengunyah, dan lain-lain. Demikian juga seusai makan, minta anak berdoa, merapikan kursi, dan perlengkapan makannya sendiri.


6. Berkomunikasi
Maksudnya, berani menyapa orang lain, secara asertif menyampaikan gagasan, mengekspresikan emosinya, menawarkan bantuan, dan meminta tolong. Misal, ketika sedang berada di restoran, kita bisa meminta anak untuk mengambilkan menu dan memintanya membayarkan tagihan pada pelayan restoran. Tugas sederhana ini selain melatih keberanian, juga memberinya pengalaman berinteraksi dengan orang lain.


Narasumber: Putri Guenantine, SPsi, konselor Personal Growth, Jakarta

Sumber : Tabloid Nakita/Gazali Solahuddin

Senin, 11 April 2011

Time-Out - Anak sudah bisa disetrap?


Menurut Paula Spencer, seorang pakar pengasuhan anak, disetrap merupakan kesempatan bagi anak untuk belajar mengatasi frustrasi dan memperbaiki perilaku. Waktu tenang selama disetrap akan memberikan anak kesempatan untuk menenangkan diri. Berlaku juga untuk Anda, lho! Anda bisa ambil napas dan mundur sejenak dari ‘peperangan’ dengan anak. Karenanya, setrap atau time-out sangat berguna dalam situasi yang sangat emosional antara anak dan Anda.

Pada usia berapa anak sudah bisa disetrap? Biasanya ketika anak sudah berusia 2 tahun. Sebelumnya, akan sia-sia bagi Anda untuk membuatnya diam di satu tempat selama beberapa waktu tertentu. Jika Anda memaksa, malah jadi kejar-kejaran dan justru anak akan menikmatinya! Dia mungkin berpikir, itulah bentuk permainan baru dari Anda. Sementara itu, anak pun akan lupa kenapa tadi dia disetrap karena rentang perhatian anak masih sangat singkat hingga mudah lupa. Ketika tiba waktunya anak sudah mengerti konsep disetrap, lama waktu disetrap sebaiknya sama dengan usia anak. Misalnya 2 menit untuk anak usia 2 tahun dan seterusnya.

*Sumber : parenting.co.id

Selasa, 15 Maret 2011

8 Aktivitas Bantu Perkembangan Otak Bayi


Bayi menghabiskan hampir waktu terjaganya untuk menendang, melompat, atau mengayunkan lengannya. Bagi orang dewasa, aktivitas ini terlihat seperti gerakan biasa saja, padahal hal itu penting untuk menyadari bahwa bayi tak selalu "cuma bergerak" atau "cuma main-main". Setiap tindakan dan gerakan bayi penting untuk perkembangan bayi dalam hal-hal tertentu. Pergerakan tubuh membantu membentuk jalinan sel saraf dan sambungan pada otak ke seluruh tubuh, mulai dari bayi hingga dewasanya. Berikut adalah gerakan-gerakan yang penting untuk bayi:

1. Ayun-ayun bayi saat dipeluk
Saat si bayi menangis, kebanyakan orangtua secara intuitif akan menggendong sambil mengayunkan si bayi untuk menenangkannya. Anda tahu bahwa gerakan ini kemungkinan bisa menenangkan bayi. Namun, tahukah Anda bahwa gerakan ini juga bisa membantu perkembangan sistem vestibular (sistem gerak dan keseimbangan) anak, sekaligus memberinya ketenangan lewat sentuh, sensasi, serta menenangkan anak. Namun, pergerakan dan sensasi ini juga memicu perkembangan awal otak anak dan persiapan pertumbuhan visualnya. Perhatikan ayunannya juga, jangan terlalu kuat karena si anak bisa mual.

2. Berguling
Pergerakan pertama bayi sifatnya refleksif atau tidak disengaja. Berguling adalah gerakan yang diupayakan dan Anda bisa membantu anak berlatih berguling dengan dorongan sedikit. Saat bayi telentang, duduk di dekat kepalanya, sambil menggenggam mainan di atas kepalanya. Saat Anda sudah mendapatkan perhatian si anak, gerakkan perlahan mainan tersebut ke salah satu sisi tubuh si bayi sambil memberinya dorongan untuk menggapai mainan itu. Jika si bayi berguling, berikan mainan itu padanya. Anda bisa ulangi mainan itu di lain waktu.

3. Tumpukkan
Permainan tumpuk, Anda duduk, bayi berbaring di depan Anda, kakinya disampirkan di kedua paha atas Anda, sambil Anda berinteraksi dengannya, mengimitasi gerakan, saling sentuh, dan tepuk tangan ritmis, bisa memberi kesempatan bayi melihat, merasakan sentuh, serta mendengar suara Anda.

4. "Menyeberang"
Bayangkan tubuh bayi memiliki satu garis lurus dari atas tubuh ke bawah, yang membedakan kiri dan kanan bagian tubuhnya. Saat ia berbaring, coba iming-imingi ia benda yang ia sukai, awali dari bagian depan tubuhnya, lalu pelan, arahkan benda itu ke bagian yang berlawanan dengan tangan yang mencoba menggapai, kalau ia mengulurkan kedua tangannya, tahan salah satu tangannya. Dengan begini ia akan melatih saraf-saraf yang berseberangan antara otak kiri dan kanan. Nantinya, saat bayi mulai merangkak, letakkan benda atau mainan berwarna terang di atasnya supaya ia berusaha menggapai. Lakukan permainan ini selama ia menikmati permainan dengan tertawa.

5. Main air

Saat bayi sudah bisa duduk tanpa dibantu, coba letakkan ia duduk di sebuah ember besar berisi air hangat yang tingginya hanya mencapai pahanya. Jangan lepaskan pandangan Anda darinya. Ajak ia untuk bermain dengan air tersebut, bermain percik air akan membantunya melatih koordinasi tangan dan mata, serta melatih perut bagian atasnya.

6. Latihan berdiri
Membuat anak-anak belajar jalan atau berdiri terlalu cepat bukanlah ide yang bagus. Bayi akan mendapati kemampuan ini saat ia sudah merasa cukup mampu, tetapi mereka memang butuh bantuan dan kesempatan. Sebelum si bayi mendapati ia sudah siap untuk belajar berdiri atau berjalan, pastikan ia punya kesempatan untuk mencoba belajar berdiri sambil berpegangan pada benda-benda kokoh, seperti sofa atau meja yang kokoh. Jika Anda melihat ia mencoba berdiri sambil berpegangan dengan benda-benda yang berbahaya dan tidak kokoh, bantulah ia berdiri dan letakkan ia pada lokasi yang lebih aman. Jangan lupa untuk perhatikan dia, begitu Anda bantu ia berdiri, ada kemungkinan ia butuh bantuan untuk duduk kembali.

7. Latihan berjalan
Pada waktunya bayi akan belajar berjalan menggunakan bantuan furnitur. Saat ia berjalan tanpa bantuan, bayi akan menikmati menarik, mendorong, atau membawa obyek tertentu. Tak hanya aktivitas ini memberi latihan motorik anak, tetapi juga membantu pemahaman sebab-akibat pada anak.

8. Bergerak
Bayi perlu bergerak. Sulit untuk memahami apa dan mengapa alasan dari masing-masing gerakan. Namun, gerakan dibutuhkan oleh bayi untuk melatih motorik dan perkembangan otaknya. Berikan waktu, ruang, dan kesempatan untuk bayi bergerak.

*sumber : kompas.com